KETIKA DIFITNAH (1 Korintus 4:6-14)
Fitnah menghancurkan reputasi seseorang. Kalau tidak percaya, tanyailah
Marcelino de Sautuola. Ia adalah arkeolog amatir yang pertama kali
menemukan lukisan dinding zaman purba pada tahun 1879. Ketika ia
mempublikasikan temuannya, banyak arkeolog yang cemburu. Mereka
terang-terangan menuduh Sautuola sengaja menciptakan kebohongan untuk
memperoleh popularitas. Ia akhirnya meninggal karena depresi. Puluhan
tahun kemudian, baru para ahli mengakui keaslian temuan Sautuola.
Rasul Paulus pun kerap
difitnah oleh musuh-musuhnya. Namun, apa responsnya? Ternyata ia tidak
menjadi pahit atau marah. Ia tidak digerus oleh depresi berkepanjangan.
Ia juga tidak membalas dendam. Sebaliknya, ia menjawab para pemfitnahnya
dengan penuh kasih dan kesabaran (ay. 13). Apa rahasianya? Pertama, ia
menyadari dirinya sebagai hamba Tuhan yang bisa menjadi sasaran
penganiayaan dan penderitaan (ay. 10-13, lihat juga Fil. 1:29). Kedua,
ia sesungguhnya mengikuti teladan Kristus, yang menurut kacamata dunia
merupakan kebodohan (ay. 10). Bukankah apa yang dilakukan Paulus persis
seperti Kristus: ketika dimaki malah memberkati dan ketika dianiaya
malah bersabar (ay. 12)?
Difitnah memang tidak enak. Namun, jangan biarkan fitnah mendikte
respons Anda. Belajarlah mencontoh Kristus dan Paulus. Walau difitnah,
tetaplah sabar dan balaslah dengan kebaikan.
Tentu saja hal ini tidaklah mudah, tetapi hal ini jauh lebih baik
ketimbang membiarkan diri Anda dihancurkan oleh kebencian dan kemarahan
akibat difitnah.
FITNAH MEMANG KEJAM, TETAPI KASIH MAMPU MEMADAMKANNYARAJA ATAU HAMBA? TUAN ATAU JONGOS? (1Korintus 4:6-13)
Ini dapat dijawab dengan
melihat siapa saja yang ada dalam lingkaran terdekat seseorang. Manusia
cenderung untuk berusaha akrab dengan mereka yang secara sosial
sejajar, atau kalau mungkin, lebih tinggi. Biasanya, pertemanan akrab
dengan mereka yang secara sosial lebih "rendah", apalagi "sampah",
dihindari karena berisiko menjatuhkan pamor.
Faktor sosial seperti ini
adalah salah satu penyebab konflik yang terjadi antara sebagian jemaat
Korintus dengan Paulus. Mereka menganggap Paulus yang kerap menderita
(ayat 11-13), punya kelemahan fisik ("lemah", 10; bdk. 2Kor 12:7), dan
menghidupi diri dari pekerjaan yang relatif kasar (ayat 12) itu tidak
layak untuk tetap dekat dan melayani Korintus, jemaat yang kaya
dalam karunia dan berkat. "Tidakkah akan terasa lucu bila Injil berkat
melimpah yang jaya itu diberitakan oleh seorang malang, rendah, lemah
dan hina (ayat 9-10)?"
Paulus mengkoreksi pandangan yang salah ini dengan ironi yang menyindir:
mereka mulia sementara Paulus dan rekan-rekannya hina, dan seterusnya
(ayat 8-10). Ironi ini bertujuan menyadarkan jemaat Korintus bahwa
manusia yang rohani, menerima Roh Allah, memiliki hikmat-Nya, dan
bermegah dalam-Nya, justru adalah manusia yang menjadi hamba. Paulus
menunjukkan bahwa dalam penderitaan dirinya dan kawan-kawannya justru
lebih dekat kepada keadaan Tuhan (bdk. 9-13 dengan Yes 53:2b-3). Dalam
keadaan seperti yang Paulus alami, justru nyata kebenaran bahwa sungguh-
sungguh hikmat dan karya Allah adalah kebodohan bagi dunia (bdk. dengan
1:26-29). Karena itu, seperti pada Paulus, panggilan agar kita hidup
menjadi orang-orang kudus (ayat 1:2) berarti hidup sedemikian rupa
sebagai seorang hamba dengan konsekuensi dianggap bodoh serta hina oleh
dunia. Anda juga tidak dapat melayani dua tuan, Allah dan diri Anda
ataupun kepentingan pribadi Anda.
TUNDUKKAN DIRI ANDA SEBAGAI HAMBA, SUPAYA ANDA DAPAT MELAYANI ALLAH DALAM DUNIA.TEGURLAH DAKU, KAU KUTANGKAP. (1Korintus 4:14-21)
Ini sebenarnya skenario yang Paulus harapkan terjadi di tengah- tengah
jemaat Korintus. Seperti telah kita lihat dari pasal 1 hingga 4,
teguran-teguran Paulus tidak bersifat menghakimi. Paulus memberikan
argumen-argumen agar jemaat Korintus mengerti alasan tegurannya. Paulus
juga membujuk, menyindir dengan ironi, agar mereka tersentak, malu, dan
sadar. Di sini Paulus menggunakan metafora lain untuk tujuan yang sama.
Sebagai rasul yang meletakkan dasar berdirinya jemaat Korintus, Paulus
menyapa mereka sebagai anak-anaknya, dan dia
adalah bapak mereka (ayat 17). Relasi bapak-anak yang khas ini tidak
dipunyai oleh para pengajar lain yang kemudian melayani di Korintus
(bdk. 15). Atas dasar otoritas dan relasinya sebagai bapak, Paulus
memberikan teguran, himbauan, nasihat, dan peringatan pendisiplinan
kepada mereka.
Namun, otoritas Paulus bukanlah otoritas yang paternalistis dan
menindas. Paulus bertindak berdasarkan dua motivasi. Pertama, himbauan,
teguran, dan ancaman pendisiplinan Paulus didasarkan pada kasihnya
sebagai bapak mereka (ayat 14). Kedua, Paulus semata bersandar pada
kuasa Roh yang bekerja dalam ketaatannya kepada Allah. Itulah sebabnya
Paulus memastikan rencana kedatangannya ke Korintus untuk bertemu dengan
orang-orang "sombong" yang bermegah pada pengajaran hikmat yang
"rohani" tetapi sebenarnya duniawi (ayat 19). Pada saat Paulus datang,
Allah sendiri yang akan menyingkapkan kepalsuan kuasa kata-kata hikmat
mereka.
Kasih yang murni dan kuasa yang mendayakan kehidupan Kristen
menjadi sebuah kesaksian, itulah ciri sejati kehidupan manusia rohani.
Kedaulatan Allah sebagai raja atas hidup hanya nyata di dalam hidup
Kristen yang taat dan tidak meninggikan diri. Kerohanian bukanlah
sertifikat yang mengangkat seseorang menjadi penilai kerohanian orang
lain.
JADILAH MANUSIA ROHANI SEJATI DENGAN HIDUP YANG PENUH KASIH DAN BERKUASA.KENAIKAN (Kisah 1:1-11; Yohanes 14:2-3)
Penampakan Yesus yang berulangkali setelah kematian-Nya membuat para
pengikut-Nya bersukacita dan terus ingin bertemu dalam keadaan seperti
itu. Namun 40 hari setelah kebangkitan-Nya, sesudah Dia memberikan
pesan-pesan terakhir kepada murid-murid-Nya, terangkatlah Dia dan awan
menutupi-Nya dari pandangan mereka.
Sebenarnya Yesus dapat menghilang dalam sekejab seperti yang pernah
dilakukan-Nya pada peristiwa-peristiwa sebelumnya. Namun kali ini Dia
ingin kenaikan-Nya ke surga disaksikan oleh para murid untuk
mengingatkan mereka bahwa ini adalah pertemuan terakhir-Nya. Kehadiran
tubuh jasmani-Nya segera akan digantikan oleh sesuatu yang lebih baik.
Kenaikan Yesus ke surga menandai bermulanya sebuah zaman yang baru.
Dalam tubuh jasmani-Nya yang telah dimuliakan, Tuhan Yesus naik ke
surga, duduk di sebelah kanan Allah, mengutus Roh Kudus ke dunia
(Yohanes 14:16-18; Kisah 2:33), menjadi Pengantara bagi kita (Roma 8:34;Ibrani 7:25), dan kini kehadiran dan kuasa ilahi-Nya menjangkau seluruh alam semesta (Efesus 1:15-23; 4:10).
Sebuah tulisan lama mengatakan
bahwa Yesus naik ke surga berikut tubuh jasmani-Nya untuk "menjamin
kita masuk ke surga, dan menyediakan tempat bagi kita." Itu benar.
Selain itu juga benar bahwa sebagai Allah, Dia akan selalu menyertai
kita sampai kepada "akhir zaman" (Matius 28:20). Betapa luar biasa
Juruselamat kita!
DIA NAIK UNTUK MENYEDIAKAN TEMPAT BAGI KITA!KATA YESUS TENTANG DIRI-NYA (Yohanes 14:1-13)
Siapakah Yesus? Jika Anda adalah seorang kristiani mungkin pertanyaan
ini terdengar bodoh. Tentu saja Dia adalah Tuhan dan Juru Selamat umat
manusia. Namun, faktanya, seringkali status ini terlalu sering
disebutkan dengan muatan makna yang beragam. Bagi sebagian orang, kedua
gelar itu menunjukkan bahwa Yesus adalah Seorang yang secara istimewa
dipilih Tuhan untuk menunjukkan jalan hidup yang benar bagi umat
manusia. Yang lain menganggapnya sebagai Sang Pembuat mukjizat, teladan moral teragung, guru dengan hikmat yang luar biasa, dan pendiri agama besar yang patut dihormati.
Namun, pernyataan-pernyataan Yesus tentang siapa diri-Nya jauh dari
gambaran itu. Yesus menyatakan diri-Nya bukan salah satu jalan, bukan
seorang penunjuk jalan tetapi Dia sendirilah jalan kepada Allah (ayat
6). Dia bahkan menyatakan bahwa diri-Nya adalah perwujudan dari Allah
yang tidak bisa dilihat oleh manusia (ayat 7, 9-11). Ingin tahu seperti
apa Allah itu? Lihatlah Yesus! Sebuah pernyataan yang super radikal,
yang bahkan sulit diterima orang pada masa-Nya, sehingga mereka akhirnya
menyeret-Nya ke kayu salib (lihat pasal 19:7).
Pikirkanlah sekali lagi ketika Anda berkata bahwa Anda memercayai Yesus.
Dia menyatakan diri-Nya sebagai Allah sendiri. Bukan sekadar Tokoh
Agung dalam sejarah yang patut dipelajari dan diteladani hidup-Nya,
melainkan Tuhan yang memegang kendali penuh atas hidup dan mati. Semua
perkataan-Nya dapat dipercaya dan harus ditaati. Di luar
Dia, orang tidak mungkin diperdamaikan dengan Allah. Apakah hidup kita
sungguh mencerminkan bahwa kita memercayai Yesus sesuai dengan apa yang
Dia nyatakan?
YESUS BUKAN HANYA PRIBADI YANG PATUT DITELADANI, MELAINKAN JUGA ALLAH YANG BERKUASA ATAS HIDUP DAN MATI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar